Pengertian Definisi Advokat
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, LN Tahun
2003 Nomor 49, TLN Nomor 4255, maka profesi advokat di Indonesia
memasuki era baru. Suatu era yang dalam konteks ini diartikan sebagai
pemacu bagi seorang calon advokat/advokat untuk lebih baik dalam memberi
pelayanan hukum kepada masyarakat. Untuk itu, sebagai titik tolak,
peran, fungsi dan perkembangan organisasi advokat perlu dipahami secara
benar, baik dalam level filosofis (teori) maupun praktik.
Peran dan Fungsi Advokat
Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang
yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini.
Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak
hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya
(hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai
penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama
lain.
Mengikuti konsep trias politica tentang pemisahan kekuasaan negara,
maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa
dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran
hakim mewakili kepentingan negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan
pemerintah. Sedangkan advokat tidak termasuk dalam lingkup kekuasaan
negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak
hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiriuntuk mewakili
kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh kekuasaan negara
(yudikatif dan eksekutif).
Sebagai konsekuensi dari perbedaan konsep tersebut, maka hakim
dikonsepsikan memiliki kedudukan yang objektif dengan cara berpikir yang
objektif pula sebab mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Oleh
sebab itu, dalam setiap memeriksa, mengadili, dan menyesesaikan
perkara, seorang hakim selain wajib mengikuti peraturan
perundang-undangan harus pula menggali nilai-nilai keadilan yang hidup
dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Jaksa dan Polisi dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif
dengan cara berpikir yang subjektif pula sebab mewakili kepentingan
pemerintah (eksekutif). Untuk itu, bila terjadi pelanggaran hukum
(undang-undang), maka jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh
undang-undang untuk menindaknya tanpa harus menggali nilai-nilai
keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dengan
kata lain, setiap pelanggaran hukum (undang-undang), maka akan terbuka
bagi jaksa dan polisi untuk mengambil tindakan.
Sedangkan advokat dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif
dengan cara berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif Advokat ini
sebab ia mewakili kepentingan masyarakat (klien) untuk membela hak-hak
hukumnya. Namun, dalam membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir
advokat harus objektif menilainya berdasarkan keahlian yang dimiliki dan
kode etik profesi. Untuk itu, dalam kode etik ditentukan diantaranya,
advokat boleh menolak menangani perkara yang menurut keahliannya tidak
ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan
menjanjikan kemenangan kepada klien.
Perkembangan Organisasi Advokat di Indonesia
Cikal bakal organisasi advokat secara nasional bermula dari
didirikannya Persatuan Advokat Indonesi (PAI), pada 14 Maret 1963. PAI
ini kemudian mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan
Peradin. Dalam perkembangannya, Peradin ini tidak terlepas dari
intervensi pemerintah sebab perjuangannya pada waktu itu dianggap
membahayakan kepentingan rezim pemerintah yang sedang berkuasa sehingga
munculah organisasi advokat yang disebut Ikadin. Ikadin pun kemudian
pecah dan advokat yang kecewa terhadap suksesi kepengurusan Ikadin
mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Sejak diberlakukannya UU Advokat pada tanggal 5 April 2003, maka 8
organisasi advokat yaitu IKADIN, IPHI, HAPI, AKHI, AAI, SPI, HKHPM, dan
APSI diamanatkan oleh pembentuk undang-undang untuk membentuk suatu
organisasi advokat dalam kurun waktu 2 tahun. Untuk itu, dibentuklah
Komite Kerja Advokat Indonesia, yang kemudian KKAI ini merumuskan Kode
Etik Advokat Indonesia pada tanggal 23 Mei 2002 dan mendeklarasikan
organisasi advokat sebagai organisasi payung advokat di Indonesia yang
disebut Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia/Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember 2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.
Peradi tersebutlah yang pada saat ini menyelenggarakan Pendidikan
Khusus Pendidikan Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan
Magang bagi seorang yang berlatar pendidikan tinggi hukum yang berniat
untuk menjalankan profesi advokat di Indonesia.
.
Jumat, 30 Maret 2012
Pengertian Definisi Advokat
01.46